Horas Agan agan yang marga sinaga, kalau sinaga tidak bisa menikah dengan boru apa ? Yang satu rumpun sama sinaga apa aja ya gan?
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID NzA8gUboFg2VtDleq_rSuJUywjApdWPyoWRL4J9K46QrV7bCbCtqLw==
Berikutini ada 5 Larangan dalam Perkawinan Adat Batak Toba : 1. Namarpadan. Namarpadan/ padan atau ikrar janji yang sudah ditetapkan oleh marga-marga tertentu, dimana antara laki-laki dan perempuan tidak bisa saling menikah yang padan marga. Misalnya marga-marga berikut ini: Hutabarat dan Silaban Sitio. Manullang dan Panjaitan.
Komplek Tugu Toga Sinaga, Desa Urat II, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Foto PPTSB JAMBI. SINAGA adalah salah satu marga tertua yang ada dalam suku Batak Toba. Asalnya dari Desa Urat, Pulau Samosir namun marga ini umum pula dikenal di Indonesia. Tidak sedikit pula keturunan Sinaga yang hari ini berada di penjuru dunia. Bila dijejaki dari garis leluhur, maka marga Sinaga keturunan Si Raja Batak generasi kelima. Dari Si Raja Batak memperanakkan Guru Tateabulan. Guru Tateabulan memperanakkan Tuan Sariburaja. Tuan Sariburaja memperanakkan Raja Lontung. Si Raja Lontung inilah yang menjadi ayahnya Sinaga. Si Raja Lontung memiliki sembilan anak yang terdiri dari 7 laki-laki dan 2 perempuan boru. Mereka antara lain Toga Sinaga, Tuan Situmorang, Toga Pandiangan, Toga Nainggolan, Toga Simatupang, Toga Aritonang, Toga Siregar, Siboru Amak Pandan, dan Siboru Panggabean. Menurut Tambunan dalam Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya, keturunan Lontung kebanyakan tinggal di Samosir. Keturunan Lontung kemudian menyebar memenuhi Tanah Batak. “Hampir di seluruh Tanah Batak terdapat keturunan Lontung, bermarga Sinaga,” tulis Tambunan. Dalam beberapa buku tarombo silsilah, sebagaimana dicatat antropolog Richard Sinaga dalam Silsilah Marga-Marga Batak, ada yang menempatkan Situmorang sebagai keturunan Lontung yang pertama sedangkan Sinaga pada urutan kedua. Menurut cerita orang tua turun-temurun, anak sulung Si Raja Lontung adalah Sinaga dan anak kedua Situmorang. Setelah dewasa, Situmorang lebih dulu kawin dengan Boru Limbong sementara adik Boru Limbong ini diperistri oleh Sinaga. “Karena itu Situmorang lazim disebut haha ni parrajaon menjadi abang karena istrinya kakak dari istri Sinaga dan Sinaga disebut haha ni partubu abang karena lebih dahulu lahir,” tulis Richard Sinaga. Sinaga mempunyai 3 anak laki-laki antara lain Raja Bonor, Raja Ratus, dan Raja Uruk. Masing-masing dari mereka mempunyai tiga anak laki-laki. Raja Bonor yang kemudian disebut Sinaga Bonor memperanakkan Raja Pande, Tiang Ditonga, dan Suhutnihuta. Si Raja Ratus yang kemudian disebut Sinaga Ratus memperanakkan Ratus Nagodang, Si Tinggi, dan Si Ongko. Raja Uruk yang kemudian disebut Sinaga Uruk memperanakan Sihatahutan, Barita Raja, dan Datu Hurung. Dalam Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, budayawan Sitor Situmorang mencatat persaingan antara marga Sinaga dan Situmorang pada masa Si Singamangaraja XII. Salah satu keturunan Sinaga bernama Ompu Palti Raja –menurut Belanda– adalah musuh bebuyutan Sisingamangaraja. Pada masa penyerangan Belanda, Ompu Paltiraja bersikap netral bahkan bermusuhan dengan Sisingamangaraja. Menurut Sitor, meski sama-sama keturunan Lontung, Situmorang dan Sinaga memainkan peran kultural dan politik yang berbeda. Marga Situmorang disebutkan sebagai bride giver karena Sisingmanagaraja selalu beristrikan boru Situmorang. Sementara Sinaga disebut oleh Sitor sebagai bride taker bagi dinasti Sisingamangaraja. “Dari silsilah diketahui bahwa relasi antara kedua marga kakak-beradik dalam lingkungan Lontung itu ditandai persaingan intern, yaitu perebutan hegemoni dalam organisasi parbaringin agama Batak di semua bius Lontung,” tulis Sitor. Selain itu, diterangkan Sitor antara marga Sinaga dan Situmorang kerap bersaing mengenai siapa yang berhak menjadi Pandita Bolon pendeta utama yang mempimpin organisasi parbaringin dalam bius paguyuban meliputi wilayah tertentu mereka. Sampai saat ini semua keturunan Toga Sinaga masih tetap satu marga yaitu marga Sinaga. Lain halnya dengan saudara-saudaranya yang enam, telah berkembang menjadi beberapa marga. Semua keturunan Toga Sinaga terhimpun dalam satu ikatan yang diberi nama Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boruna PPTSB. Persatuan ini ada di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan tingkat nasional. Pada 1966 PPTSB membangun tugu Toga Sinaga di Desa Urat, Samosir dan diresmikan pada Juni 1970. Di tanah air, beberapa tokoh bermarga Sinaga tercatat sebagai tokoh publik. Mereka antara lain Anicetus Bongsu Antonius Sinaga uskup agung, Saktiawan dan Ferdinand Sinaga pesepakbola, Restu dan Gita Sinaga artis peran, Indra Sinaga vokalis band Lyla, Narova Morina Sinaga vokalis band Geisha, Dolorosa Sinaga perupa, dan yang lainnya.
1 "Ingkon sude marga Sihombing Lumbantoruan dohononna Tulang, jala hormatanna" (Semua marga Sihombing Lumbantoruan harus menjadi Tulang dan dihormati oleh semua keturunan Tambun Mulia br Lumbantoruan). Konsekuensi dari pesan (Tona) ini, semua boru Situmorang Lumbannahor keturuanan Tambun Mulia tidak berkenan disunting oleh laki-laki Marga Sihombing Lumbantoruan.
MEDAN – Karo merupakan salah satu suku yang ada di Sumatera Utara Sumut. Karo juga merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumut yang terletak di dataran tinggi. Kabupaten Karo ini memiliki keindahan alam dengan nuansa pegunungan dengan udara yang sejuk dan memproduksi buah dan sayur yang segar. Sebagian besar penduduk asli dari Kabupaten Karo adalah Suku Karo atau Batak Karo yang tersebar di semua kecamatan di Karo. Baca juga SOSOK Averiana Barus, Pebisnis Fashion Etnik Karo, Memilih Jalan Hidup yang Menantang Suku ini juga menggunakan bahasa yang disebut Bahasa Karo dalam berkomunikasi sehari-hari selain Bahasa Indonesia. Suku Karo yang mempunyai lima marga merga yang sering disebut dengan “Merga Silima atau marga yang lima”. Kelima marga tersebut terbagi menjadi 82 cabang marga, dengan jumlah sub marga yang bervariasi antara 13 hingga 18. Dalam Adat Batak ini, suku yang membawa marga adalah pihak laki-laki dan orang yang memiliki marga sama tidak disenangi bila menikah. Hal ini dikarenakan yang semarga dianggap saudara sedarah atau kekerabatan paling dekat sehingga dilarang untuk menikah. Apabila terjadi pernikahan sama saja seperti menikah dengan saudara kandung sendiri. Baca juga Lirik Lagu Karo Teman Metua by Narta Siregar Berikut ulasan tentang Suku Karo yang terdiri dari lima marga, ada yang dilarang untuk menikah. 1. Marga Ginting Marga ginting termasuk dalam unit eksogami yang memiliki larangan dari adat istiadat untuk menikah antara anggota sesama marga nya. Eksogami yamng dimaksud adalah sebuah sistem perkawinanyang terjadi di luar kelompok suku tertentu, hal ini wajib di patuhi untuk seluruh marga ginting dalam menghormati tradisi adat batak yang telah di wariskan dari turun temurun. Terdapat beberapa sub marga seperti Ajartambun, babo, Beras, Cabap, Gurupatih, Garamata, Jandibata, Jawak, Manik, Munte, Pase, Seragih, Suka, Sugihen, Sinusinga, Tumangger. 2. Marga Karo Selain marga ginting, marga karo juga dilarang untuk menikah sesama anggota marga nya yang termasuk dalam unit eksogami ini. Apabila Tribuners melanggarnya , memiliki konsekuensi hukum adat yang sangat berat seperti perilaku pelanggatan yang sama tidak boleh diulangi lagi dengan generasi yang lain. Terdapat beberapa sub marga seperti Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Ketaren, Kemit, Jung, Purba, Sinulingga, Sinukaban, Sinubulan, Sinuraya, Sitepu, Sinuhaji, Surbakti, Samura, Sekali. 3. Marga Tarigan Dan marga tarigan juga termasuk dalam unit eksogami yang memiliki larangan untuk menikah dengan anggota sesama marga. Terdapat beberapa sub marga seperti Bondong, Gana-gana, Gersang, Gerneng, Jampang, Purba, Pekan, Sibero, Tua, Tegur, Tambak, Tambun, Silangit, Tendang. 4. Marga Perangin-angin Namun berbeda dengan marga perangin-angin yang dapat melakukan pernikahan sesama marga, karena antara sub marga tertentu dalam marga yang sama. Terdapat beberapa sub marga seperti Bangun, Keliat, Kacinambun, Namohaji, Nano, Menjerang, Uwir, Pinem, pancawan, Panggarun, Ulun Jandi, laksa, Perbesi, Sukatendel, Singarimbun, Sinurat, Sebayang dan Tanjung. Baca juga Chord Gitar dan Lirik Lagu Karo Sayang Kel Aku Karya Ersada Sembiring 5. Marga Sembiring Marga perangin-angin sama seperti marga sembiring, diperbolehkan untuk melakukan pernikahan sesama marga, karena antara cabang marga tertentu dalam marga yang sama. Terdapat beberapa sub marga seperti Berahmana, Busuk, Depari, Colia, Keloko, Kembaren, Muham, Meliala, Maha, Bunuaji, Gurukinayan, Pandia, Keling, Pelawi, Pandebayang, Sinukapur, Sinulaki, Sinupayung, dan Tekang. cr16/
Selainbermarga sama berikut beberapa list marga - marga yang tidak diperbolehkan menikah dalam aturan suku Batak. Purba dan Lumbanbatu Pasaribu dan Damanik Tampubolon dan Sitompul Tampubolon dan Silalahi Nainggolan dan Siregar Sihotang dan Toga Marbun Simanungkalit dan Banjarnahor Simamora Debataraja dan Lumbangaol Simamora Debataraja dan Manurung
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Jolo tiniptip sanggar, laho bahen huruhuruan; Jolo sinungkun marga, asa binoto partuturon." Artinya "Batang pimping dipotong, untuk membuat sangkar burung; Tanyakan dulu marga, agar tahu kekerabatan."Itu etikanya kalau seorang pemuda Batak naksir pada seorang pemudi Batak yang belum dikenalnya. Entah itu di bus umum, kapal danau, pasar, gereja, pentas seni, pesta muda-mudi atau pesta menanyakan marga itu untuk memastikan keduanya tidak semarga. Atau mereka bukan dari dua marga yang menurut padan, perjanjian adat, tidak boleh saling menikah. Jika keduanya semarga, maka lupakan saja rasa cinta. Keduanya secara adat dianggap namariboto, saudara dan saudari sedarah. Pernikahan antara keduanya dianggap kawin sumbang yang dilarang dan terlarang. Atau jika keduanya, walau beda marga, berasal dari satu rumpun yang secara adat terlarang menikah, maka lupakan jugalah rasa cinta. Larangan seperti ini, berdasar padan, berlaku misalnya pada rumpun marga Parsadaan Naiambaton Parna, mencakup marga-marga Simbolon, Tamba, Saragi, dan Munte serta cabang-cabangnya, sekitar 80-an marga. Jadi, pernikahan Simbolon dan Saragi misalnya dianggap kawin sumbang, sehingga dilarang dan kritisnya, mengapa pernikahan semarga terlarang dalam masyarakat Batak Toba, walau secara biologis sebenarnya tidak ada lagi hubungan darah. Misalnya antara pemuda dan pemudi yang sudah terpisah ke samping sampai belasan sundut, generasi. ***Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu harus dipahami struktur masyarakat adat masyarakat adat Batak adalah struktus genealogis yang disebut Dalihan Natolu, Tungku Kaki-Tiga. Struktur itu tegak oleh tiga kelompok status utama yaitu hulahula, dongan tubu, dan kelompok tersebut terikat oleh hubungan sosial adat yang bersifat tegas, tidak dapat dipertukarkan. Hulahula adalah pihak marga pengambilan isteri. Boru adalah pihak marga penerima isteri. Sedangkan dongan tubu adalah kerabat sedarah atau semarga dari hulahula dan boru. 1 2 3 4 Lihat Sosbud Selengkapnya
0xhKqj. lv5c8vxjjq.pages.dev/77lv5c8vxjjq.pages.dev/91lv5c8vxjjq.pages.dev/131lv5c8vxjjq.pages.dev/376lv5c8vxjjq.pages.dev/151lv5c8vxjjq.pages.dev/115lv5c8vxjjq.pages.dev/284lv5c8vxjjq.pages.dev/120
marga sinaga tidak boleh menikah dengan marga